Kamis, 21 Oktober 2010

Asas-Asas KUHAP

Para penegak hukum dalam menangani suatu perbuatan pelanggaran hukum pidana atau peristiwa pidana menganut asas-asas, antara lain sbb.:

1. Asas Legalitas,
2. Asas Keseimbangan,
3. Asas Praduga tak bersalah,
4. Asas Pembatasan penahanan,
5. Asas Ganti rugi dan rehabilitasi,
6. Asas Penggabungan pidana dengan tuntutan ganti rugi,
7. Asas Unifikasi,
8. Asas Deferensiasi fungsional,
9. Asas Saling koordinasi,
10.Asas Peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan,
11.Asas Peradilan terbuka untuk umum.

1. Asas Legalitas.
Pelaksanaan penerapan KUHAP seharusnya bersumber pada the rule of law, artinya semua tindakan penegakan hukum harus berdasarkan pada :

a. Ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku.
b. Menempatkan kepentingan hukum dan undang-undang diatas segala-galanya.

Bertentangan dengan asas legalitas, KUHAP-pun menganut asas "Oportunitas" yaitu suatu asas yang mengenyampingkan atau "Mendeponir" perkara dengan tidak mengajukan kepengadilan meskipun bukti-bukti telah memenuhi syarat-syarat hukum.

Pasal 8 Undang-Undang No. 15/1961,sekarang diatur dalam pasal 32 huruf c Undang-Undang Kejaksaan RI. No. 5/1991 memberi wewenang kepada Kejaksaan Agung untuk mendeponir/mengenyampingkan suatu perkara berdasarkan alasan "Demi Kepentingan Umum" selain itu kewenangan untuk mendeponir dipertegas lagi oleh Buku Pedoman Pelaksanaan KUHAP dan KUHAP mengakui eksistensi perwujudan asas oportunitas tersebut.

Disisi lain berdasarkan pasal 140 ayat (2) huruf a KUHAP dihubungkan dengan pasal 14, menentukan semua perkara yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum, penuntut umum harus menuntut di muka pengadilan, kecuali terdapat cukup bukti bahwa peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau perkara ditutup demi hukum.

Sedangkan pasal 14 huruf h hanya memberi wewenang kepada penuntut umum untuk menutup suatu perkara berdasarkan "demi kepentingan hukum" dan bukan " demi kepentingan umum".

Kedua ketentuan hukum tersebut di atas merupakan ketentuan yang saling bertentangan, disatu pihak Kejaksaan Agung diberi wewenang untuk mengenyampingkan/mendeponir suatu perkara demi kepentingan umum suatu asas "oportunitas", sedangkan dipihak lain penuntut umum diberi wewenang untuk mendeponir/mengenyampingkan suatu perkara "demi kepentingan hukum" (asas Legalitas).

2. Asas Keseimbangan.
Asas keseimbangan dijumpai dalam konsideran huruf c yang menyatakan dengan tegas bahwa dalam setiap penegakan hukum harus berlandaskan prinsip keseimbangan yang serasi antara dua kepentingan, yakni :

a. Perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia (HAM), dengan
b. Perlindungan terhadap kepentingan dan ketertiban masyarakat.

Setelah kehadiran KUHAP, maka harkat dan martabat tersangka sebagai manusia mulai memperoleh perhatian dnperlindungan, aparat penegak hukum tidak dapat sewenang-wenang melakukan penangkapan dan penahanan atas seseorang yang diduga melakukan perbuatan/tindak pidana.

Pasal 17 KUHAP memaks penyidik jika akan melakukn penangkapan orang yang diduga telah melakukan perbuatan/tindak pidana, maka terlebih dahulu harus ada "bukti permulaan yang cukup" bukan berdasarkan suka atau tidak suka "like or dislike"

Penjelasan pasal tersebut mengaskan, bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang tetapi ditujukan kepada mereka yang benar-benar melakukan tindak pidana.

Demikian dengan tersangka/terdakwa juga diberi hak daan sekaligus merupakan kewajiban penyidik setelah melakukan penangkapan, sejak semula orang yang ditahan dan keluarganya :

a. wajib diberitahu alasan penahanan dan sangkaan atau dakwaan yang dipersalahkan kepadanya;
b. keluarga yang ditahan harus segera diberitahukan tentang penahanan serta tempat dimana ia ditahaan;
c. tersangka/terdakwa mauapun keluarganya diberitahu dengan pasti berapa lama ia ditahan di masing-masing tingkat pemeriksaan.

Dengan berlakunya KUHAP sudah seharusnya system penyelidikan menggunakan metode ilmiah atau "scientific crime detection" yang dapat diartikan sebagai "teknik dan taktis penyidikan kejahatan"

3. Asas praduga tak bersalah.
Salah satu asa terpenting dalam hukum acara pidana ialah asas praduga tak bersalah atau "presumtion of innocent" terdapat dalam penjelasan umum butir 3 huruf c KUHAP dan pasal 8 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970.

Asas praduga tak bersalah mengandung arti bahwa setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/atau diperiksa di pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum memperoleh putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

4. Asas pembatasan penahanan.

Dalam KUHAP, setiap tindakan penahanan terperinci batas waktu dan statusnya dengan seksama, sehingga dapat diketahui siapa melakukan penangkapan maupun penahanan terhadap tersangka/terdakwa.

5. Asas ganti rugi dan rehabilitasi.
Setlah dikeluarkannya peraturan pelaksanaan Pasal 9 UU Poko Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970, seperti yaang diatur dalam bab XII KUHAP, Pasal 95-97 sudah ada pedoman tata cara penuntutan ganti rugi dan rehabilitasi sudah tidak ada kendala seperti belum dikeluarkannya peraturan pelaksanaan UU No. 14/1970.

6. Asas penggabungan perkara;
Dalam KUHAP diatur dua perkara yang digabungkan menjadi satu, yakni :

1. Perkara pidana dengan perkara perdata, dan
2. Perkara pidana sipil dengan pidana militer (koneksitas).

7. Asas unifikasi.
unifikasi hukum acara pidana, merupakan suatu usaha untuk mengikis pengkotak-kotakan kelompok masyarakat warisan politik kolonial Belanda yang mengelompokan hukum bardasarkan daerah, golongan, keturunan dan membedakan acara pidana yang berlaku untuk Jawa-Madura dengan daerah Indonesia lainnya dan diskriminasi hukum acara pidana yang berlaku antara Bumi Putra dengan keturunan Eropa.

8. Asas diferensiasi fungsional.
Diferensiasi fungsional adalah penegasan pembagian tugas dan wewenang antara jajaran aparat penegak hukum acara pidana secara instansional.

Pembagian tugas dan wewenang diatur sedemikian rupa sehingga tetap terbina saling korelasi dan koordinasi dalam proses penegakan hukum yang saling berkaitan dan berkesinambaungan antara satu instansi dengaan instansi lainnya, sampai ke tingkat proses eksekusi.

9. Asas saling koordinasi.

Hubungan koordinasi fungsional antara aparat penegak hukum, antara lain.

1. Hubungan penyidik polri dengan penyidik pegawai negeri sipil tertentu.
2, Hubungan penyidik dengan penuntut umum.
3. Hubungan penyidik dengan hakim/pengadilan.
4. Hubungan tersangka, terdakwa, penasihat hukum dan aparat hukum.

10. Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan.

Asas ini dalam prakteknya sulit untuk diwujudkan, atau dengan kata lain tiada dana tidak ada keadilan.

11. Asas peradilan terbuka untuk umum.
Meskipun pemeriksaan terdakwa di sidang pengadilan terbuka untuk umum, tetapi yang dapat melihat dan mendengarkan atau menyaksikan sidng harus berumur 17 tahun keatas.

Apabila hakim pengadilan dalam memeriksa terdakwa melanggar ketentuan terbuka untuk umum kecuali perkara kesusilaan atau terdakwnya masih anak-anak, maka putusan pengadilan tersebut batal demi hukum.

Demikian juga jika pemeriksaan terdakwa dalam perkara susila atau terdakwanya masih anak-anak dilakukan dalam pemeriksaan terbuka untuk umum, maka putusan pengadilan tersebut batal demi hukum.

Meskipun pemeriksaan dalam perkara susila atau terdakwanya masih anak-anak dik=lakukan tertutup untuk umum, tetapi dalam putusan pengadilan harus dibacakan secara terbuka untuk umum.